Beberapa minggu terakhir, sekolah kami geger karena adanya beberapa kasus pencurian yang terus berulang. Semua motif pencurian ini sama, uang yang hilang akan diganti dengan uang lain yang berkurang dua digit nol dibelakangnya. Uang tiga ratus ribu rupiah berubah menjadi tiga lembar ribuan, uang satu juta rupiah disulap menjadi selembar sepuluh ribu, setiap kasus selalu memiliki pola tersebut. Hingga saat ini, baik pihak keasramaan maupun guru-guru lain belum mampu menyelesaikan kasus ini. Bermacam-macam tindakan telah dilakukan, mulai dari sweeping, membaca doa bersama, bahkan hingga salat hajat bersama, meminta agar pelaku segera dapat diketahui. Berbagai praduga muncul karena hampir setiap saat obrolan kami berkisar seputar misteri pencurian ini. Ada pula yang berinisiatif menuliskan atau membuat gambar-gambar tentang kasus ini untuk ditempel di mading jurnalistik. Bahkan, ada yang membuat tulisan yang menyatakan bahwa si penulis adalah pelaku pencurian tersebut. Namun tetap saja, tiada seorangpun yang mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya. Kedok si pencuri seakan terlalu rapat untuk dapat dibuka.
***
Korban pertama kasus pencurian misterius ini adalah sahabatku, Aya. Siang itu, Aya menghampiriku dengan wajah muram berlipat.
“Duit gua ilang, Cha.” katanya sembari menghampiriku yang sedang menikmati roti bakar di saung.
“Hah? Kok bisa? Berapa yang ilang?” tanggapku antusias.
“Sejuta Cha! Hasil gua ngemis ke bokap. Mau buat traktiran rencananya.” kali ini ia berbicara dengan menggebu-gebu, sambil mengacung-acungkan kesepuluh jarinya.
“Wah, banyak tuh! Ilangnya dimana Ya? Barangkali nyelip atau lu lupa naruh kali.”
“Nggak Cha, gua yakin banget kemaren duit itu masih ada di dompet gua. Tapi tadi pagi pas gua buka dompet, tuh duit sejuta udah berubah jadi sepuluh ribuan.”
“Kok aneh banget sih, duit bisa berubah-ubah gitu?”
“Tau ah, tapi gua yakin pasti ada yang maling nih! Awas aja kalo sampe pas ulang tahun gua duit itu gak balik juga!”
Dua minggu lagi, adalah hari ulang tahun Aya yang ke tujuh belas, rencananya ia ingin merayakannya dengan mentraktir teman-teman seangkatan. Dari jauh hari ia telah merencanakan hal ini. Tentu saja, merupakan sebuah malapetaka besar baginya bila uang yang sudah disiapkan tersebut lenyap begitu saja.
***
Kasus pencurian aneh yang dialami Aya ini pun langsung menyebar ke seantero sekolah. Hampir seluruh siswa antusias membicarakan kasus ini, menebak-nebak apa maksud pelaku ‘menyulap’ uang satu juta rupiah milik Aya menjadi selembar sepuluh ribuan. Teman-teman sekelasku pun tak terlepas dari obrolan ini. Yang paling semangat adalah Galih, ketua kelasku yang juga merupakan salah seorang mantan petinggi OSIS. Dan yang selalu menjadi pendengar utama tentang apa yang ia pikirkan adalah aku, orang yang hampir selalu duduk bersebelahan dengannya. Setiap Galih menjelaskan apapun tentang kasus ini, aku akan menyimak dengan seksama. Galih yang biasanya cukup pendiam berubah seratus delapan puluh derajat semenjak ia mulai tertarik untuk memecahkan kasus ini.
Namun, dua minggu setelah kasus pencurian terjadi semua keributan kembali mereda. Hampir tak ada lagi yang meributkan kasus ini. Aya juga menyatakan telah mengikhlaskan uangnya meski dengan segudang perasaan kecewa. Semua seakan telah kembali normal seperti sediakala. Begitu juga dengan Galih. Ia kembali senyap, kembali sibuk dengan urusannya sendiri. Galih yang biasanya semangat mengajakku bercengkrama untuk memecahkan kasus ini seakan tak mengenaliku kembali.
***
Kasus pencurian selanjutnya terjadi sekitar dua minggu setelah ulang tahun Aya. Kali ini, korbannya adalah siswa kelas satu. Waktu kejadian diperkirakan saat salat Dzuhur berlangsung. Uang yang diambil memang tak terlalu banyak, hanya dua ratus ribu rupiah. Namun, yang membuat kasus ini menjadi fenomenal ialah kesamaan dengan kasus yang sebelumnya, uang yang diambil tersebut ‘dihilangkan’ dua digit nol terakhirnya oleh pelaku. Uang dua ratus ribu itu berubah menjadi dua lembar uang seribuan.
Kasus pencurian yang meninggalkan teka-teki ini, kembali membuat Galih bersemangat seperti kasus pertama dulu. Kali ini, ia berencana menjebak si pelaku. Ia ingin memancing pelaku tersebut dengan memamerkan uang yang cukup banyak untuk membuat si pelaku tergoda. Galih turut memintaku untuk membantunya melancarkan rencananya ini. Ia mengatakan padaku bahwa rencana ini tak boleh diketahui banyak orang.
“Janji ya Cha, rencana ini gak boleh bocor ke siapapun. Cuma lu sama gua doang yang tahu.” kata Galih meminta janjiku.
Namun, meski sudah seminggu lebih kami melakukan hal ini, tetap tak ada tanda bahwa si pelaku tertarik mengambil uang kami. Semangat Galih untuk memecahkan kasus ini pun kembali meredup. Dan tetap sama seperti sebelumnya, ia kembali tak acuh denganku, kembali sibuk dengan urusannya sendiri.
***
Setelah dua kasus pencurian tersebut, sekitar duapuluh kasus pencurian beruntun terjadi. Semua kasus meninggalkan teka-teki yang sama, dua digit nol yang hilang. Identitas pelaku pun makin sulit dilacak karena pencurian tak hanya terjadi di gedung pendidikan maupun di asrama putri seperti dua kasus pertama. Kasus-kasus pencurian yang selanjutnya juga terjadi di gedung asrama putra, bahkan pelaku telah berani melakukan aksinya di asrama guru. Pihak-pihak yang awalnya menduga bahwa pelaku adalah seorang siswa putri pun terpaksa kecewa. Semakin meluas lokasi kejadian pencurian ini, semakin kabur pula wajah si pelaku. Akhirnya, para warga sekolah pun sepakat menduga bahwa pelaku kasus ini dipastikan lebih dari satu orang. Diduga, para pencuri berkomplot sehingga bukti yang ada mudah dihapus karena mereka saling membentuk alibi bagi satu sama lain. Benar atau tidaknya dugaan ini tak ada yang tahu. Kenyataannya, kasus-kasus pencurian terus saja terjadi seakan para pelaku tak peduli dengan ancaman hukuman yang telah diumumkan oleh pihak sekolah. Tanpa ampun, tersangka pencurian akan langsung dikeluarkan dari sekolah. Pihak sekolah kali ini merasa sangat gerah karena pelaku seakan-akan sengaja menantang dengan memberi teka-teki. Menurut para guru, kasus ini merupakan pelanggaran tata tertib yang sangat keterlaluan.
***
Tim penyelidik pun dibentuk agar kasus ini dapat segera terselesaikan. Hampir tiga bulan setelah itu, beberapa siswa yang dicurigai sebagai pelaku pencurian dipanggil oleh Kepala Sekolah. Beberapa diantara mereka adalah teman seangkatanku, bahkan salah satunya adalah Galih. Ia dicurigai karena antusiasmenya yang berlebih pada kasus ini. Menurut desas-desus yang kudengar, tim penyelidik mencurigai Galih karena mereka merasa sangatlah janggal apabila Galih yang tak pernah menjadi korban pencurian malah nampak sangat dendam pada pelaku dan begitu bernafsu membuka kedoknya.
“Sial banget ya gua ini Cha, mau bantuin mecahin kasus malah dicurigain yang nggak-nggak.” curhatnya padaku saat kami kembali duduk bersebelahan di kelas.
Aku tersenyum menanggapinya, “Yang penting kan nggak ada bukti kalau lu pelakunya. Lagian orang-orang juga nggak ada yang percaya kali kalau lu bisa ngelakuin perbuatan kayak gitu.”
“Ya, semoga saja nggak ada yang lagi pengen memfitnah dan menjebak gua. Mulai sekarang, gua menyatakan berhenti mengutak-atik kasus ini. Makasih ya udah bantuin gua selama ini.”
Aku terkesiap mendengar perkataan Galih, sampai-sampai aku hanya bisa tersenyum kaku menanggapi ucapan terimakasihnya.
***
Tak berselang lama setelah itu, pihak sekolah menetapkan para tersangka. Tiga orang siswa putra kelas sepuluh dan seorang siswa putri kelas sebelas telah resmi divonis drop out. Mereka akan dipulangkan kepada orang tua masing-masing. Dugaan yang selama ini dicetuskan pun ada benarnya, tiga orang siswa kelas sepuluh tersebut memang membentuk komplotan untuk melakukan aksi pencuriannya. Motif mereka berempat sama, mengambil uang untuk digunakan hura-hura, jajan, dan belanja sepuasnya. Mereka pun sama-sama menggunakan pola menghilangkan dua digit angka nol dalam melaksanakan aksi pencuriannya. Yang masih menjadi misteri adalah siapakah pelaku empat kasus pencurian pertama. Pelaku inilah yang diduga pertama kali membuat pola hilangnya dua digit angka nol tersebut.
***
Aku sedang mencari ide untuk judul cerpenku sambil memandang Galih yang duduk tepat di hadapanku. Guru Bahasa Indonesia kami sedang memberi tugas untuk membuat sebuah cerpen yang berlatar wilayah sekolah. Cukup lama aku terdiam menatap wajah Galih yang sedang serius dengan komputer di hadapannya. Wajah seriusnya, senyumnya, gaya bicaranya, semangatnya, dan segala yang ada pada dirinya seakan telah menyihirku. Membuatku tenggelam dalam sebuah kisah merah jambu. Tentu saja, aku harus berjuang keras untuk kisah merah jambuku ini. Aku telah berjuang untuk mendapatkan perhatian Galih dengan caraku sendiri. Awalnya sebuah ketidaksengajaan memang, tapi melihat respon Galih yang berdampak positif untukku, membuat diriku terus melakukan hal yang sama untuk menarik perhatiannya. Beruntungnya, ternyata ada orang-orang lain yang tanpa kuminta turut membantuku untuk mendapat perhatian Galih.
Ya, mungkin beberapa dari kalian telah menebak bahwa akulah si pelaku pertama pencurian yang misterius itu. Memang benar akulah pelakunya. Akulah yang mulanya mengambil uang Aya. Niat awalku hanyalah untuk mengerjai Aya dan memberinya kejutan kecil sebagai hadiah ulang tahunnya. Namun tanpa kusangka, peristiwa itulah yang akhirnya membuahkan kedekatanku dengan Galih. Sejak saat itulah niatku berubah haluan. Selanjutnya aku mencuri lagi dan lagi agar Galih tetap mendekatiku. Ia membutuhkan bantuanku untuk memecahkan kasus pencurian ini, dan aku menyukai itu. Sayangnya, kini Galih nampak tak ingin lagi berurusan dengan segala tetek bengeknya tentang kasus pencurian ini. Aku pun merasa harus membuat sesuatu yang lebih misterius dan menggemparkan daripada sekedar kasus pencurian. Mungkin beberapa peristiwa berdarah dapat membuat Galih sangat tertarik. Beresiko memang, namun demi Galih semua itu layak diperjuangkan.
Bel tanda pergantian pelajaran berbunyi. Aku terkesiap, tersadar dari lamunanku. Galih sedang membereskan barang-barangnya, bersiap menuju kelas selanjutnya. Tepat saat itulah aku menemukan judul yang tepat untuk cerpenku kali ini, HANYA UNTUK KISAH MERAH JAMBU.®
bagus qi :"). kirain awalnya itu cerita beneran coba--" eh jadi inget dulu jaman aku kelas XII juga disuruh Pak Rapiq bikin cerpen gitu, hehe.
ReplyDeleteInget Tere Liye aku :")
makasih kak, kalo beneran berarti aku yang jadi maling dong ya? haha.
ReplyDeleteidenya emang diambil dari cerpen Tere Liye yang 'Harga Sebuah Pertemuan':D
Bagus banget mbak.. Iya keinget harga sebuah pertemuan :'D
ReplyDelete